Senin, 04 Februari 2013

Cangkir Kering di Kapal Siar//Dry cup in The Cruise Ship



Cangkir Kering di Kapal Siar



Aku mengisi sebuah cangkir dengan dua cangkir kering. Spaghetti a La Carbonara di barisan kereta menuju Ukraina. Pelarian gugup dengan dua botol bir yang berkeringat. Sedingin keringat dingin dari telapak tanganku. Lebih dingin dari musim dingin dalam film-film holywood.



Anjing melolong. Di bawah pohon hitam di bawah salju pada pucuknya yang menghujam komplek perumahan berwarna pucat. Seekor burung telah turun dari terbangnya. Saat menghunjam kesejukan salju itu, aku telah berdiri di atas asingku. Akan telah membeku. Sesuatu dari batu telah memantulkan gemerincingnya. Menjadi kaca yang merajam pecahan-pecahan lain di tubuhku.



Aku ingin tidur dalam sebuah gembala panjang, menjadi asap-asap dari senar-senar piano yang terbakar. Ingin kupeluk dirimu, tetapi sungkan di atas namaku yang baru. Benang-benang rumit itu. Benang-benang setelah beberapa hari menjahit yang terobek di punggung kita. Aku terkapar. Aku terkapar dalam identitas kapal siar dari aglomerasi cahaya. Aku berdiri dan tidur dalam teriakan diamku.



Seekor burung yang terbang dari Kiev, menatapku dengan gusar dan bertanya. Akankah dentang waktu telah membuktikan kebenaran imajinasimu? Aku telah menikah dalam imajinasi. Dulu benar. Aku telah menikah dengan lelaki di dalam imajinasiku. Kau mungkin masih bertanya. Sekarang benar. Tapi dentang waktu telah membuang mukaku ke arah utara. Menjauhi lubang di matamu. Membuang nafas yang memburu nafas. Aku yang rebah saat bahasa belum menjadi sepatu hangat untukku.



Lihatlah. Cangkir telah menjadi lembab oleh pangkuanmu saat membacakan aku sebuah puisi. Dan aku kelaparan setelah menjadi liberal semalaman.

Dry cup in The Cruise Ship


I filled a cup with two dry cups. Spaghetti A La Carbonara in the line trains to Ukraine. Escaping nervous with two bottles of sweating beers. Cold as the cold sweat of my palms. Colder than winter in Hollywood movies.


The dogs barked. Under the black trees, under the snow on a pierced bud pale of blogs of apartments. A bird flew and swooped down. Alight from flying. Pierced the coldness of snow, I've stood on my alien self. Would have been frozen. Something of the stones has been reflecting its jingle. Being a glass that shards another fraction on my body.


I want to sleep in a long shepherd, and be fumes from the piano strings on fire. Want to hug you, but hesitate at my new name. These knotty threads. The threads after a few days sewing on the chlothes that torn at our backs. I'm lying. I lay in the identity of the Cruise ship from an agglomeration of light. I stood up and sleep in my silent cries.


A bird that flew from Kyiv, looked at me and asked, exasperated. Will the clang of time has proven the truth of imagination? I was married to imagination. First it was. I have been married to a man in my imagination. You may be asking. Now it is. But the time had wasted my face which clang to the north, avoiding holes in your eyes. To throw my breath hunting my breathe. When I fall down at the language that doesnt even yet become a warm shoes for me.


Look. The cup has become moist by your lap while you read me a poem. And I am starving after becoming liberal overnight.
and I am bloody thirsty after a liberal night.





Sartika Dian Nuraini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar