Kamis, 15 Desember 2011

Elegi Luka

Elegi Luka

Untuk Nashar

Hanya hidup yang ku tahu akan berakhir sendu
Derita tanpa duka merupa sukmamu
Melihat mawar merekah hitam sejak malam
Selaksa rupa memagut geram, tinggal diam
Kau ingat, dendam masih bersemayam
Kuas itu begitu romantis, katamu
Ketika warna lelap melukis bisu
Intuisi merampas elegi
Kau basahi dengan darah suci,
Tulangmu singgah dalam wanita bagai ikan tak takut lautan
Gelombangnya merengkuh jemarimu yang menyimpan tuhan
Aku hanya manusia kecil, katamu
Aku hanya makhluk kecil, deritmu
Tak lupa menyayat hatimu sendiri,
biar luka masih menyapa dunia seni
duniamu sendiri

Rabu, 14 Desember 2011

Flamboyan di atas Rumput


Flamboyant on the grass/21cmx29cm/Color pencil on paper


Bahari Bagimu

Dari kuil di puncak bukit Mahesaswara
Dan sepanjang sungai Mahakam
Aku berdoa: “Sucilah”
Tuhan berjinjit memandang
Buncahan amarah

Kupukul sinar bahari
dibatas senja yang menutup bangau menari
Kebencian menyisir rambutku
Buat seruan pada sang malaikat
“Sucilah”
Buncahan berkah

Selasa, 13 Desember 2011

Misteri


Misteri
Di balik gunung, ada gunung.
Tiada batas gunung tinggi
Misteri

Jawab :
Sengketa iman
Godaan makrifat atau laknat
Gunung misteri, di daftar isi

Hidup puisi naratif
Lakon mengudari misteri,
Tak berhenti di sini

Jumat, 09 Desember 2011

Rupa Senja


Langit dan Lubang

Matari sendu, tidur di atas atap, aku mengetuk pintu. Tuhan sedang melukis, membuka pintu. Aku sedang senang bertamu di rumah langit. Senja menguning, menyuguhi sepadang pisang. Aku berjalan menyusuri jalan senja, membuat kenangan bersama abuabu. Senja mata terbuka, kabut mendung lelap. Tersenyum senyap
Adzan membunuh senja, berdarah merah. Aku tak mau senja sakit, membenci Tuhan pembunuh senja, namun aku ditelan gelap
Bukan aku yang mencuri senja. Bukan aku yang mencari senja
Rupanya senja masih tersimpan, di dalam keranjang. Burung terbang membuka langit. Langit bilang masih dendam, pada lubang. Aku lihat burung bertelur di atas awan. Telur-telur lapar minta makan. Awan-awan kotor minta mandi.
Langit bilang, masih dendam pada lubang.
Ketika senja mau turun, aku menangis. Senja sakit masih bisu, meminta ampun pada langit karena tak bisa menemaninya lama, sepertiku menjaga malam. Tapi langit bilang masih kesepian. Kutanya kenapa, karena tak ada yang memahaminya.
Langit dendam pada lubang. Kutanya lubang siapa?
Dia jawab, lubang sungai.


Rabu, 30 November 2011

Percakapan Senja


Ziarah Kata I

“Tawamu itu kata terindah sebait puisi Blake
yang kau suguhkan saat malam masih menggumam dalam jeda”
kurangkul rembulan, tenang girang
nyala mata tutup duka

senyummu itu bait puisi, kataku
disana ada kata suci, katamu
sebuah sabda yang hanya aku yang memiliki, katamu
kuciumi kata-katamu, kataku
saat daun-daun gugur, ladang tak menganggur, katamu

di perbukitan tua, saat kata
masih berupa seekor katak yang malumalu
ingin memetik jiwaku, katamu
biar duniadunia jadi surealis, kataku

Aku bermimpi
memeluk rumah, bersimpuh sahadah
melesap kata jadi sabda, itu ulah
melumpuh,sepuh,rapuh
aku berlari




Minggu, 27 November 2011

Sang Kekasih Kata



Sang Kekasih Kata

Lelayang surga, untuk itulah
Sebenarnya kata-kata ini tercipta
Agar ia terbang bersama angin
Ramai dan damai

Surga kataku
tak berumah,
Semalam menangis sendu
seorang kekasih mulai tak bersetia

Surga kataku
tak bertuan,
Dua malam berteman bir dan lagu
Yang mengingat tak sempurna

Surga kataku hilang
Hanya ada ilalang
Kering berbayang mayang
Terbang, jauh melayang

Surga kataku, Syurga
Seperti daun perdu pemakan rumput
Dan puisi pilu mengeriput
Laparpun menjemput

Lapar, kekasihku surga kata,
Lapar, lapar, lapar kata
Dan kita tak tahu kemana ia
Hanya senja mengekornya