Jumat, 09 Desember 2011

Rupa Senja


Langit dan Lubang

Matari sendu, tidur di atas atap, aku mengetuk pintu. Tuhan sedang melukis, membuka pintu. Aku sedang senang bertamu di rumah langit. Senja menguning, menyuguhi sepadang pisang. Aku berjalan menyusuri jalan senja, membuat kenangan bersama abuabu. Senja mata terbuka, kabut mendung lelap. Tersenyum senyap
Adzan membunuh senja, berdarah merah. Aku tak mau senja sakit, membenci Tuhan pembunuh senja, namun aku ditelan gelap
Bukan aku yang mencuri senja. Bukan aku yang mencari senja
Rupanya senja masih tersimpan, di dalam keranjang. Burung terbang membuka langit. Langit bilang masih dendam, pada lubang. Aku lihat burung bertelur di atas awan. Telur-telur lapar minta makan. Awan-awan kotor minta mandi.
Langit bilang, masih dendam pada lubang.
Ketika senja mau turun, aku menangis. Senja sakit masih bisu, meminta ampun pada langit karena tak bisa menemaninya lama, sepertiku menjaga malam. Tapi langit bilang masih kesepian. Kutanya kenapa, karena tak ada yang memahaminya.
Langit dendam pada lubang. Kutanya lubang siapa?
Dia jawab, lubang sungai.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar