Minggu, 02 September 2012

Percakapan dengan Ayah

Mataku merah jambu. Ayah membenci mata itu.

Hey, ayah.

Hey.

Apa kabar?

Mungkin baik.

Aku boleh bertanya?

Silakan.

Menjawab?

Silakan.

Pantas tidak kalau Aku jadi penyair?

Apa?

Penyair.

Penyair?

Iya. Penyair.

Hahaha. (keras)

Aku pun tertawa. Hahaha. (keras)

Dan kami berdua diam. Hening lama. Lama sekali.

Apakah Kau Sudah bertanya pada Ibumu?

Sudah.

Apa katanya?

Katanya, Aku tidak bisa jadi penyair.

Kenapa?

Karena Aku bukan Chairil.

Hmmm.

(ayahku, menghisap rokoknya, dalam. Dalam sekali)

Ibumu benar.

Iyakah? Kenapa?

Karena Kau masih anakku.

?? Kenapa?

Karena orang-orang akan menertawakanmu bila Kau
jadi penyair yang
punya ayah dan Ibu.

Aku terdiam. Lama. Lama sekali.

Di batinku perlahan tertata satu ruang arsip sastra:

"Aku bukan penyair". Kata sang penyair.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar