Taman Daun
Puisi
mati, rupa sunyi, daun lelah, dan tubuh melusuh dalam buih-buih cat minyak.
“Engkau
datang kepintuku, daun, mintalah air padaku, curilah kuda negri.”
Kita
nanti akan menyadari hal lain. Mungkin. Saat tak ada yang hendak mengerti
dirimu disini. Daun. Saat tak ada yang hendak memperhatikanmu. Saat tak ada
yang hendak mendengarmu. Engkau harus mengakui kekalahan itu. Daun. Engkau mau
melukis apa? Memang tak ada yang mempu engkau lakukan. Tak ada yang mampu
menembus ruang peka. Ruang hidup, ruang mati, Daun.
Dia
yang penuh dengan ruh, kerimbaan, kesunyian, dan kata-kata dan rupa. Disinilah
kita bertemu. Saat akhir dan Saat permulaan. Sebersit cahaya. Juga sebotol
kebahagiaan itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar